Selasa, 23 Juni 2015

Karangkitri

Pemanfaatan Pekarangan (Karang Kitri)

Konsep pemanfaatan pekarangan sebenarnya merupakan pemanfaatan lahan yang ada di sekitar rumah tempat tinggal dimaksimalkan supaya mendapatkan nilai lebih. Tren rumah kebun pun sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun hanya sebagian kecil yang memulainya. Kalau dulu ada istilah, “tanaman obat keluarga”, nanum sekarang kebun bukan hanya untuk tamanan obat, tetapi menjadi kebun sayuran dan bahkan buah-buahan. Penghuni rumah juga dapat menanam berbagai jenis tanaman lain berikut dengan elemen pelengkapnya. Tak jarang, sejumlah orang mengaplikasikan gazebo di kebun tersebut. Lokasi rumah kebun biasanya terdapat di kota yang berhawa sejuk seperti Malang dan Bandung, namum seiring perkembangan zaman, saat ini rumah kebun dapat diaplikasikan di semua kota.
Pemanfaatan pekarangan tidak hanya berfungsi sebagai penyalur sirkulasi udara yang baik untuk rumah dan penghuninya. Bagi sejumlah pemilik pekarangan, banyak yang menjadikan area pekarangannya sebagai mata pencaharian baru. Misalnya pembibitan buah dan sayuran, dan juga toga yang hasilnya dapat dijual. Saat panen hasilnya bisa dijual pada pedagang di pasar atau ke konsumen langsung dengan harga lebih tinggi. Pemanfaatan lain, area pekarangan dapat juga sebagai sarana santai di rumah dan pembelajaran bagi anak-anak kita di kemudian hari.
Beberapa pertimbangan yang patut Anda perhatikan, yang pertama adalah lahan, kedua air dan kelembaban udara, serta tanaman yang cocok untuk daerah tersebut. Lahan menjadi penting sebab konsep ini tidak harus menggunaan lahan yang luas tetapi lahan yang sempitpun juga bisa. Unsur pendukungnya pun tidak hanya berkaitan dengan tanaman-tanaman biasa saja, dalam hal ini si pemilik dapat memilih jenis tanaman yang dapat menghasilkan, seperti jenis tanaman sayuran dan tanaman buah dalam pot. tempat tanaman tidak harus menggunakan pot, polibag dan pemanfaatan botol plastik bekas juga bisa.
Ketersediaan air bagi tanaman adalah kebutuhan pokok. Jika lahan sudah tersedia air, berarti pekarangan atau lahan tersebut telah ideal. Bisa jadi dengan kesediaan air yang cukup, iklim atau udara disekitar kebun dapat diabaikan, karena dengan tersedianya air, bisa dengan Green House, Need house, tabula pot mulsa plastik yang lebih presentatif. Jika curah hujan kurang, penyiraman tanaman pun bisa maksimal.
Sedangkan pengendalian hama tanaman, misalnya ulat, semut dan jamur dapat cegah atau dibasmi secara sederhana dengan air sirih dan sabun deterjen, dengan cara disemprotkan pada tanaman satu minggu satu kali.

Di kecamatan Ngadiluwih ada 4 desa yang mendapatkan program karang kitri dari Pemprop. Jatim yaitu : Desa Purwokerto, Desa Branggahan, Desa Banggle dan Desa Tales. Program karang kitri ini sasarannya adalah kelompok dasawisma, setiap desa sepuluh dasawisma.

 Serah terima benih oleh Bapak Kepala Desa  dan Ibu Ketua TP. PKK Ds. Purwokerto

Pelatihan ibu-ibu dasawisma mengisi media tanam dan mengisi benih tanaman sayuran di Ds. Branggahan

 Sosialisasi karang kitri di Ds. Tales
Pelatihan mengisi green house di Ds. Banggle











Senin, 21 Mei 2012

BERITA TERBARU

Depok – Pemerintah mengapresiasi program One Day No Rice (Satu Hari Tanpa Nasi) yang dicanangkan oleh Pemkot Depok setiap hari Selasa. Hal ini disampaikan Menteri Pertanian, Dr. Ir. Suswono, MMA saat menghadiri sosialisasi kegiatan tersebut di Gedung Pemerintah Kota Depok pada Selasa (3/4/2012). ”Upaya Pak Walikota ini merupakan bagian dari upaya nasional untuk mewujudkan percepatan penganekaragaman atau diversifikasi pangan yang telah dicanangkan dua tahun lalu di Mataram, NTB,” kata Mentan
Menurut Mentan, program tersebut merupakan salah satu langkah nyata untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. “Melalui program One Day No Ricei ini masyarakat diminta untuk mengurangi konsumsi nasi dari beras sebagai makanan pokok dan mulai mengganti dengan makanan pokok lain dengan bahan dari jenis umbi – umbian,” jelas Mentan.
Selama ini, pemerintah telah berusaha keras mengubah pola konsumsi pangan masyarakat dengan tujuan untuk merubah mindset masyarakat atau pola pikir ke arah pola makan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal serta menurunkan rata – rata konsumsi beras/ kapita sebesar 1,5 persen/tahun. ”Selera dan kebiasaan makan kan terkait dengan pola pikir yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mengubahnya, sehingga diperlukan sosialisasi yang terus – menerus, salah satu caranya dengan mengubah mindset atau pola pikir masyarakat,” urai Mentan. 
Sebagaimana diketahui, tingkat konsumsi per kapita Indonesia sebesar 139 kg/ tahun. Sementara untuk konsumsi kelompok padi – padian (beras, jagung dan terigu) rumah tangga sebesar 316/gram per kapita/hari, padahal menurut Standar Pola Pangan Harapan (PPH) seharusnya 275 gram/hari saja. Sementara itu, konsumsi umbi –umbian hanya 40 gram per kapita per hari, jumlah ideal 100 gram per kapita per hari. ”Banyak yang kelebihan berat badan di masyarakat kita, dan Indonesia peringkat empat dunia pengidap penyakit diabetes,” kata Mentan. 
Lebih lanjut dikatakan Mentan, pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia pada saat ini umumnya masih timpang, belum beragam dan bergizi seimbang. Skor PPH pada tahun 2011 baru mencapai 77,3 dari skor ideal 100. Skor tersebut muncul karena masyarakat terlalu banyak mengonsumsi beras, sementara konsumsi karbohidrat dari sumber pangan umbi – umbian relatif kecil dan cenderung menurun, padahal konsumsi terigu meningkat terus. Selain itu, konsumsi pangan sumber protein, vitamin dan mineral juga masih relatif rendah. “Konsumsi daging per kapita baru sekitar 6,5 kg/kapita, jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi di negara ASEAN lainnya,” ungkapnya.
Sumber: Biro Umum dan Humas

 BUDIDAYA PADI MODEL SRI

SRI adalah teknik budidaya padi inovatif yang diketemukan tahun 1980­an oleh seorang biarawan Perancis bernama Henri de Laulanié. Pada sekitar tahun 1980­an metodologi ini hanya berkembang terbatas di Madagaskar, tempat Laulanié mengabdikan dirinya sejak tahun 1961.

Menjelang akhir tahun 1990­an, SRI mulai mendunia berkat usaha keras Prof. Dr. Norman Uphoff Cornel University, Amerika Serikat. Pada tahun 1997, Prof. Norman Uphoff memberikan presentasi di Bogor. SRI saat ini sedang dalam ” sedang berjalan” dan belum selesai .
Metode SRI memungkan petani untuk :
1. Meningkatkan produksi padi lebih dari 50 %
2. Mengurangi input dan biaya a. Bibit – mengurangi antara 80 % ­ 90 % b. Pemberian air Irigasi antara 25% ­ 50 % c. Pupuk kimia – dikurangi atau ditiadakan d. Beras yang dihasilkan lebih tinggi .

Menurut Norman Uphoff SRI tujuan utamanya adalah PRODUCTIVITY tidak hanya meningkatkan HASIL .
SRI dalam waktu sama akan menghasilkan produktifitas antara lain :
• Hasil per­unit area lebih tinggi
• Hasil kerja perhari yang didapat buruh lebih tinggi .
• Lebih banyak tanaman yang mendapat dengan metode SRI
• Mendapat keuntungan yang lebih tinggi .

Lima (5) dasar simple dari SRI yang mendasar yaitu :
1. Menggunakan bibit muda : untuk melindungi pertumbuhan potensial
2. Spasi yang lebar dengan menggunakan bibit tunggal
3. Memperhankan tanah basah tetapi tidak menggenang
4. Mempertinggi soil organic
5. Sirkulasi dalam tanah terjaga semaksimal mungkin

Dari pengalaman SRI di negara Banglades , Cambodia, China, Indonesia , Nepal , Srilangka Vietnam bahwa rata terjadi pengningkatan untuk padi sebesar rata 52 % untuk pemberian air berkurang 40 % , biaya yang bisa dihemat antara 25 % dan income yang didapat sebesar rata 128 %
Sumber: http://id.shvoong.com/internet-and-technologies/business-economy/1855235-budidaya-padi-model-sri/#ixzz1cR6ilR